Sabtu, 30 Mei 2009

SERAAAAAAANG ...

CERPEN Diilhami dari kisah nyata
SERAAANG!!!
Oleh: Thera FNF

Saat mereka berteriak mempertahakan harga diri, aku justru takut dan bingung… Keringat tak henti mengucur daritiap pori kulitku….
***
Kejadian itu, membuatku meringis, menangis dan mengeluh… Tak tahu apa yang aku rasa saat itu. Bagitu pedih, begitu sakit. Ketika darah tercucur dari di berbagai sudut celah tubuh teman-temanku, diantara rimbunnya keringat yang tercucur.
Kejadian itu berawal saat tiba-tiba sekolahku diserang oleh segerombolan anak laki-laki dari sekolah lain yang kami kenal. Tidak tahu perkara apa hingga mereka tak sanggup lagi menangkal emosi mereka. Keharuman nama sebuah sekolah yang dulu semerbak tercium, kini tak ada lagi. Kedamaian yang terlihat pun tak ada. Keramahan tamahanpun sirna seiring teriakan penuh amarah
“ SERAAAAAAANG!!! “ berkumandang dari mulut salah seorang dari deretan depan dengan patahan batang pohon mangga yang kekar di tangan mereka. Saat itu aku mendengar salah seorang temanku berbicara dengan semangat yang menggebu bak prajurit yang tidak sabar lagi membasmi para penjajah,
“ Kita tidak boleh tinggal diam! Ini menyangkut harga diri sekolah kita! Masihkah perlu kita memikirkan peraturan disaat harga kita diinjak-injak?! Konyol! “ Ucap temanku itu dengan tegas sambil menggenggam tanganya. Muka geram terpancar jelas pada dirinya. Begitupun teman-temanku yang lain yang mendengarnya.
Aku yang saat itu belum mengerti hanya diam saja, bingung.
“ Ada apa? “ aku bertanya kepada temanku yang sedari tadi khidmat mendengarkan seruan penuh semangat anak-anak itu. Temanku bercerita bahwa kemarin sekolahku baru saja kedatangan tamu tak diundang yang langsung bertindak tidak sopan kepada tuan rumah. Tamu itu langung menyerang tanpa ampun warga sekolah kami. Kesucian seorang wanitapun ikut terenggut. Walaupun kesucian itu belum seluruhnya hitam, tetapi sebagai seorang wanita itu adalah nokhtah kelam yang tidak akan pernah bisa dihapus. Aku terlihat kaget. Diserang? Ya Allah, apa yang akan terjadi?
“ Kita harus membuat pembalasan! “ sambungnya. Saat aku bertanya mengapa sekolah itu menyerang sekolah kami, tidak ada yang tau tepatnya. Alasan yang aku dengar dari setiap mulut berbeda-beda. Ada yang bilang, “ Karena cewek! “ itu ujar teman satu kelasku yang enggan bercerita detailnya padaku.
“ Kemarin, ada teman kita yang tidak sengaja mencipratkan genangan air ketubuh anak sekolah mereka saat mengendarai motor,” ujar temanku yang lain.
“ Ah, persetan dengan masalahnya, tapi yang jelas bukan kita yang mulai! “ Ini penadapat lain lagi dari orang yang berlainan pula dan aku yakin, dia sama denganku, tidak mengerti apa yang melatar belakangi masalahnya. Aku tak peduli apa penyebabnya, tapi yang aku pedulikan adalah kenekatan mereka. Apakah mereka akan mempertanggung jawabkan perkataan mereka? Selama pelajaran berjalan, aku tak bisa berkonsentrasi, teman laki-laki ku semuanya seperti sedang membuat sebuah perencanaan. Sementara yang perempuan menggosipkan hal itu. Tidak tahu kenapa ada suatu firasat buruk tersayat di fikiranku. Ya Allah, semoga itu semua hanya fikiranku saja. Bathinku khawatir.
***
Bel tanda pelajaran berakhir terdengar. Anak-anak berhamburan keluar kelas. Tapi kini bukan dengan wajah gembira seperti biasa, tetapi dengan mimik wajah ketakuatan dan cemas. Sementara yang laki-laki keluar kelas dengan wajah garang, keras dan penuh amarah. Kejadian itu ternyata sudah sampai ke telinga para guru dan membuat mereka gerah untuk tidak turun tangan, karena bagi mereka ini menyangkut reputasi sekolah. Aku tahu, betapa tidak enaknya fikiran para guru saat itu. Tapi, aku berfikir,
“ Apakah mereka tidak memikirkan reputasi anak didik mereka? Hanya untuk sekolah kah??? “ bathinku. “ Bukankah kemarahan teman-temanku itu semata-mata untuk membangun kembali reputasi warga sekolahku? “ Itu pendapat ku yang aku akui konyol dan tak berotak. Seharusnya sebagai seorang siswa yang berpendidikan aku mengusulkan untuk berdamai. “ Tidak melawan adalah sebuah kekalahan! “ bathinku kembali memberontak.
“ Aaaarghhh!!! “ aku berusaha tenang. Aku berusaha agar pikiran konyolku barusan tidak menjajah pikiran-pikiranku yang lain. Entah mengapa aku ikut-ikutan ‘panas’ menghadapi masalah ini.
“ Bagi siswa-siswa, jangan keluar dulu…!!! Dimohonkan menjaga diri. Jangan terbawa amarah. Sadarlah bahwa perkelahian bukan jalan yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah!!! “ terdengar suara salah seorang guruku memberi peringatan dari pengeras suara. Suasana geting, gerbang sekolah belum diperbolehkan dibuka. Petugas kepolisian dan beberapa guru menjaga diluar gerbang. Aku sangat ketakutan saat itu. Bukan hanya aku saja, hampir seluruh siswi ketakutan, bahkan sebagian menangis. Siswa laki-lakinya sudah waspada dengan membawa senjata sederhana tapi mengerikan. Seperti, kayu besar dan batu-batuan. Aku sangat mengerti, teman-teman sekolahku bukanlah biang keladinya. Teman-temanku hanya membela diri atau lebih tepatnya melindungi diri. Akupun tahu, saat ini teman-temanku bingung apa yang harusnya mereka lakukan. Diam saja sebagai tanda mematuhi peraturan sekolah dan berarti kalah, atau menyerang sebagai tanda membela diri dan menjg nama baik sekolah.
***
Anak-anak belum diperbolehkan keluar gerbang sekolah dengan tujuan agar suasana terkendali. Guru-guru, bahkan petugas kepolisian menjaga-jaga didepan areal sekolah. Terdengar kabar bahwa anak-anak yang akan menyerang ‘kembali’ sekolah kami masih menunggu di tempat-tempat yang tidak diharapkan.
“ Aku takut, “ ucap seorang temanku. Akupun bergitu. Bathinku. Aku melihat satu persatu mimik muka teman-teman laki-lakiku. Waspada dan dari wajah mereka dapat terlihat kekerasan hati mereka.
Aku berharap, anak-anak dari sekolah itu tidak nekat datang sehingga tidak membuat teman-temanku naik darah. Setelah menunggu beberapa lama, kami di perbolehkan keluar, gerbang yang sedari tadi di tutup rapat dan di tunggu beberapa lelaki berseragam polisi. Aku bisa sedikit bernafas lega. Walaupun sesungguhnya aku masih sangat takut karena aku pulang melewati sekolahan yang menyerang sekolahn ku.
“ Jangan ngebut ya, Mer “ pesanku pada temanku. Aku memang selalu berangkat dan pulang sekolah dengan mengendarai motornya. Meri hanya mengangguk. Meri membawa motorku dengan sangat pelan, diikuti beberapa motor teman-temanku yang juga baru berani keluar. Hingga…
“ Tunggu, Mer…!!! “ cegahku.
“ Ada apa? “ Tanyanya kaget sembari melonggarkan gas motornya.
“ Apa itu? “ aku menunjuk kearah semak yang ada di pinggir depan jalan yang akan kami lalui. Di balik semak itu mataku mendapati beberapa orang sedang bersembunyi. Lalu…
“ SERAAAAANG!!! “ Teriakan lantang itu keluar dari mulut anak-anak yang ada di balik semak itu.
Ckiiiiit…. Meri mengerem mendadak lalu langsung membalik kan motornya kearah sekolah kembali. Meri menarik gas motornya dengan cepat. Teman-temanku yang ada dibelakang pun mengikuti kami. Kembali ke sekolah dengan tujuan meminta pertolongan.
“ Pak, kita di serang…!!! “ pekik ku saat sudah kembali kesekolah.
Segerombolan anak-anak sekolah itupun nekat. Aku tidak mengerti kenapa mereka sangat keras kepala hingga masih saja menyerang sekolahanku yang jelas-jelas sudah dijaga ketat. Teman-teman ku yang laki-laki tak kuasa lagi menahan amarah mereka, saking banyaknya jumlah anak sekolah guru ataupun pihak kepolisian tidak mampu untuk menahannya.
“SERAAAAANG!!! “ Teman-temanku pun tak mau kalah saat melihat segerombolan ‘ival’ mereka. Kalau boleh jujur, kalau aku ini seorang lelaki, aku akan ikut bersama mereka. Memang sangat membingungkan. Kita sebagai seorang yang terpelajar tak sepantasnya berlaku seperti ini. Tapi bukan kah, membela itu tidak salah? Mungkin sebagian pendapat orang itu berbeda, tapi aku yakin apabila para bapak guruku masih seusia dengan kami anak muridnya, mereka pasti akan ikut bersama kami. Hanya saja, saat ini usia mereka menuntut untuk tetap berkharisma dan memberi contoh yang baik di depan para anak didiknya. Itu bukan lah suatu hal yang salah.
***
Kemarin, adalah sebuah peristiwa yang tidak akan pernah kulupakan… Sebuah kejadian, yang melahirkan berbagai pendapat untuk menghadapinya…

Bapak, Ibu guru, sebenarnya kami tidak ingin semua ini terjadi, kami juga sebenarnya tidak suka dengan ini semua. Kami hanya tidak ingin harga diri kami, harga diri sekolah kami dicemoohkan. Maafkan kami… Sesungguhnya kami sangat mencintai sekolahan kami maka dari itu kami melindunginya…

Aku seolah mendengar sederetan kata-kata itu dari mata teman-temanku yang sedang dihukum oleh para guru karena perkara kemarin. Aku hanya tersenyum. Semoga ini terakhir kalinya kekerasan tercipta. Aku berharap setiap siswa sadar, tugas mereka sebagai seorang pelajar adalah, tak lain tak bukanhanya untuk menuntut ilmu. Semoga kejadian ini dapat kita petik pelajarannya.

S E L E S A I

0 komentar:

Posting Komentar

Ayo Berbisnis